Jumat, 17 Oktober 2008

MATERI PRS

MATERI : PENDIDIKAN REMAJA SEBAYA(PRS)
1 Remaja Indonesia Pertama Kali Berhubungan Sex di Usia 18 Tahun
1. Remaja Indonesia Pertama Kali Berhubungan Seks Di Usia 18 Tahun

Remaja merupakan kelompok risiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan serta berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Hal tersebut dijumpai pada remaja hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di empat kota besar di Indonesia, terungkap rata-rata remaja melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia 18 tahun.

Studi yang dilakukan di tahun 2005 dengan mewawancarai 474 responden berusia 15-24 tahun di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan ini juga menyatakan sebagian besar responden (66 %) remaja mengaku bahwa hubungan seks tersebut bukan perbuatan yang direncanakan sebelumnya sehingga tidak memakai alat kontrasepsi. Selain itu, 40 persen responden menjawab hubungan seks itu dilakukan di rumah.

Hampir separuh responden yang memiliki pengetahuan yang memadai mengenai masalah seksual dan kesehatan reproduksi, seperti bagaimana kehamilan terjadi, kontrasepsi atau penularan penyakit menular seksual. "Mayoritas anak muda di Indonesia belajar tentang seks melalui film porno dan dari teman-temannya," kata Pierre Frederick, Brand Manager Kondom Sutra dan Fiesta.

Temuan ini semakin menguatkan pentingnya pemberian informasi yang benar kepada para remaja agar mereka dapat membuat keputusan yang baik untuk kesehatan seksual mereka. Survei tersebut dilakukan oleh DKT Indonesia, lembaga non-profit Amerika yang bergerak di bidang pemasaran sosial untuk pencegahan HIV dan kehamilan yang tidak diinginkan.

2.Penduduk Amerika Serikat Mulai Bercinta di Usia PraRemaja

Penduduk AS Mulai Bercinta di Usia Pra- Remaja

Washington, Sabtu - Hanya 4 persen orang Amerika berusia dewasa yang masih virgin atau belum pernah bercinta. Sisanya mengaku sudah mulai melakukan seks sejak usia sangat muda. Demikian menurut sebuah survei tentang kesehatan yang dilakukan oleh The National Center of Health Statistics, AS, terhadap 6000 orang di Amerika.

Survei tersebut juga mencatat sebanyak 5 persen responden menggunakan narkoba seperti kokain. Sementara itu sebanyak 19 persen telah mencoba berbagai posisi hubungan seks termasuk oral dan anal seks sebelum mereka berusia 20 tahun. "Ini adalah hal yang perlu diperhatikan karena perilaku seksual yang beresiko akan menyebabkan penularan penyakit dan kehamilan yang tidak diinginkan," kata Dr.Kathryn Porter dari lembaga survei tersebut.

Penduduk negeri paman Sam yang termasuk dalam orang hispanic (negara latin) kulit hitam yang disurvei menjawab melakukan seks pertama kali sebelum berusia 15 tahun. Sedangkan hispanic berkulit putih sebanyak 14 persen. Sementara itu 45 persen perempuan dan 24 persen pria keturunan Meksiko - Amerika yang disurvei mengaku masih perawan.

Lembaga survei tersebut mengklaim survei yang mereka lakukan merupakan survei tentang perilaku seksual dan narkoba yang paling jujur karena mereka menggunakan metode survei baru dan dilakukan lewat internet. "Jawaban mereka kami jamin kerahasiannya. Para responden kami mendengar pertanyaan lewat headset dan menjawab dengan menyentuh layar komputer," kata Kathryn.

Survei yang dilakukan antara tahun 1999 dan 2002 itu juga menunjukkan 46 persen pria kulit hitam mengaku memiliki pasangan seks hingga 15 orang selama hidupnya. Semakin muda usia responden mulai melakukan seks, semakin banyak pasangan tidur mereka.

3 Remaja Sasaran Empuk Industri Rokok

Remaja, Sasaran Empuk Industri Rokok

Sekelompok remaja berseragam sekolah duduk-duduk di ujung jalan. Bersenda gurau dan asyik berbagi cerita, sesekali mengisap sebatang rokok yang terjepit di jari tangan kanannya. Lelap mereka dalam perbincangan seru seraya mengepulkan asap rokok.

Ini bukan lagi pemandangan yang jarang terlihat, bahkan pemandangan itu sudah dianggap biasa oleh sebagian besar penduduk Jakarta. Pahit dan menyedihkan, asap rokok itu sudah merasuk ke paru-paru kalangan remaja Indonesia.

Kenyataannya, berdasarkan survei yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5 persen remaja laki-laki dan 2,3 persen remaja perempuan merupakan perokok, 3,2 persen di antaranya sudah kecanduan. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, 3 dari 10 pelajar mencoba merokok sejak mereka di bawah usia 10 tahun.

Apa yang salah dengan anak-anak dan remaja Indonesia? Mereka memang menjadi sasaran empuk bagi industri rokok. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Widyastuti Soerojo pada lokakarya "Understanding Tobacco Industry Through Their Own Top Secret Documents", Selasa (6/11) di Jakarta, mengatakan, industri rokok memanfaatkan karakteristik remaja, ketidaktahuan konsumen, dan ketidakberdayaan mereka yang sudah kecanduan merokok.

Mengutip dokumen "Perokok Remaja: Strategi dan Peluang", RJ Reynolds Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984, yang dipresentasikan anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dina Kania, dikatakan, perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir karena mereka adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak merokok, industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah.

Kebebasan dan berontak

Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang.

Menurut riset yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2006, sebanyak 9.230 iklan terdapat di televisi, 1.780 iklan di media cetak, dan 3.239 iklan di media luar ruang, seperti umbul-umbul, papan reklame, dan baliho.

Dengan gencarnya iklan yang dilakukan oleh industri rokok, berdasarkan GYTS Indonesia tahun 2006, sebanyak 92,9 persen anak-anak terekspos dengan iklan yang berada di papan reklame dan 82,8 persen terekspos iklan yang berada di majalah dan koran.

Slogan-slogan ini tidak hanya gencar dipublikasikan melalui berbagai iklan di media elektronik, cetak, dan luar ruang, tetapi industri rokok pada saat ini sudah masuk pada tahap pemberi sponsor setiap event anak muda, seperti konser musik dan olahraga.

Hampir setiap konser musik dan event olahraga di Indonesia disponsori oleh industri rokok. Dalam event tersebut mereka bahkan membagikan rokok gratis atau mudah mendapatkannya dengan menukarkan potongan tiket masuk acara tersebut.

Kedekatan remaja dengan rokok tidak hanya dikarenakan gencarnya iklan rokok di media, tetapi mulai dari lingkungan terkecilnya (keluarga). "Tahun 2004 hampir tiga perempat dari rumah tangga di Indonesia memiliki anggaran belanja rokok, artinya minimal ada satu perokok di dalam rumah," ujar Widyastuti. Ia menambahkan, setidaknya 64 persen remaja berusia 13-15 tahun terpapar asap rokok di dalam rumah.

Bahaya merokok

Jumlah konsumsi rokok di Indonesia, menurut the Tobacco Atlas 2002, menempati posisi kelima tertinggi di dunia, yaitu sebesar 215 miliar batang. Mengikuti China sebanyak 1,634 triliun batang, Amerika Serikat sebanyak 451 miliar batang, Jepang sebanyak 328 miliar batang, dan Rusia sebanyak 258 miliar batang.

Tidak seharusnya kita bangga dengan "prestasi" yang kita miliki karena di balik itu serentetan penyakit yang berujung kematian menghantui. Dalam satu kandungan sebatang rokok setidaknya terdapat 4.000 zat kimia dan 43 zat karsinogenik, dengan 40 persennya beracun seperti hidrokarbon, karbon monoksida, logam berat, tar, dan nikotin yang berefek candu.

Setiap tahunnya angka kematian di dunia mencapai lima juta orang diakibatkan berbagai penyakit yang disebabkan rokok, seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung.

"Berdasarkan survei WHO, kematian pada 2030 mencapai 10 juta orang," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama.

Di Indonesia, menurut Demografi Universitas Indonesia, sebanyak 427.948 orang meninggal di Indonesia rata-rata per tahunnya akibat berbagai penyakit yang disebabkan rokok.

Pencegahan

Adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan dipandang tidak cukup efektif baik dalam mencegah maupun menanggulangi bahaya merokok. Alasannya, dalam undang-undang itu tidak ada ketentuan bagi industri rokok untuk membatasi kadar nikotin dan tar dalam rokoknya.

Padahal, pembatasan itu sempat dilakukan di Peraturan Pemerintah No 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan yang direvisi atas desakan petani tembakau dan industri rokok.

"Satu-satunya alat yang efektif adalah undang-undang. Mengapa bisa efektif karena minimal ini bisa menjawab alasan industri yang mempertanyakan undang-undang yang mengaturnya. Jadi, undang-undang sangat penting," ujar Widyastuti.

Ia mencontohkan, salah satu produsen rokok yang dimintanya untuk melampirkan peringatan kesehatan dengan menggunakan gambar (visual), seperti di Thailand, menolak dengan alasan tidak ada undang-undang yang mengaturnya.

"Pengendalian dampak tembakau tidak berarti akan menurunkan pendapatan negara, justru sangat diharapkan agar pemerintah menaikkan harga dan cukai setinggi-tingginya untuk meningkatkan pendapatan negara. Kebijakan ini sekaligus dapat menurunkan konsumsi rokok walaupun tidak serta merta karena rokok adalah adiktif, minimal mencegah semakin banyak jatuhnya korban perokok remaja," ujar Widyastuti merujuk pada harga jual rokok di Indonesia yang hanya Rp 9.000 jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Singapura seharga 11 dollar Singapura (Rp 66.000).

Berbeda dengan Widyastuti, pakar sosiologi Imam Prasodjo yang bertindak sebagai moderator di lokakarya itu justru mengedepankan pentingnya pendekatan melalui keluarga. "Mungkin ibu-ibu yang bisa menjadi solusinya karena mereka pasti ingin melindungi anak-anaknya dari bahaya rokok, bisa dilakukan pendekatan dengan memberi tahu bahayanya," ujarnya.

Disadari atau tidak, remaja di Indonesia sudah tereksploitasi oleh industri rokok, menjadi pangsa pasar terempuk untuk menggantikan banyak kematian pelanggan setia mereka. Siapa lagi yang bisa mencegah kalau bukan kita.... (A15)

4.Testoteron Membuat Pria Lebih Suka Lelucon

Testosteron Membuat Pria Lebih Suka Lelucon

London, Jumat - Tahukah Anda mengapa para pria lebih senang berkelakar atau menyukai lelucon ketimbang wanita? Jawabannya mungkin terletak pada hormon testosteron. Hormon khas pria inilah yang menurut para ahli membuat kaum Adam lebih menyenangi humor.

Menurut penjelasan Profesor Sam Shuster, dari Norfolk and Norwich University Hospital, kepada BBC, Jumat (21/12), kaum pria memang secara alami lebih suka berkelakar ketimbang wanita. Bahkan terkadang lelucon ini cenderung lebih agresif.

Sebelum sampai pada kesimpulannya, Shuster meneliti bagaimana jenis kelamin (gender) bereaksi terhadap hobi yang menghibur. Dari perilakunya, para wanita cenderung lebih senang membesarkan hati atau berkomentar dengan pujian.

Sedangkan pria justru berperilaku berbeda. Mereka lebih senang mencemooh dan pria muda bahkan tercatat lebih agresif, ungkap Shuster yang mempublikasikan risetnya dalam British Medical Journal.

Riset sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa wanita dan pria memiliki perbedaan dari cara mereka mengapresiasi humor. Wanita cenderung jarang berkelakar ketimbang pria. Selain itu fakta membuktikan komedian pria juga lebih banyak ketimbang wanita.

Lebih agresif
Professor Shuster dalam risetnya mengungkapkan bahwa pria cenderung lebih suka menggunakan humornya secara agresif dengan membuat rekannya menjadi obyek lelucon. Dan agresi ini - yang secara umum dipertimbangkan sebagai karakter yang lebih maskulin -berhubungan dengan hormon testosteron saat dalam kandungan.

Shuster percaya bahwa humor yang tercipta dari agresi ini disebabkan oleh kehadiran hormon khas pria. Selama risetnya, ia mendokumentasikan reaksi lebih dari 400 individu terhadap lelucon yang disuguhkan komedian unicycling (sepeda roda satu) jalanan di Newcastle .

Hampir setengahnya dari individu tersebut merespon secara verbal dan kebanyakan dari mereka adalah pria . Hanya sedikit dari wanita yang mencela atau membuat lelucon, sedangkan 75 persen pria mencoba berkelakar - dengan misalnya berteriak "Mau copot roda Anda!"

Mengejek dan mencemooh
Seringkali para pria juga membuat komentar bernada ejekan. Pria muda yang kebetulan lewat memakai mobil bahkan lebih agresif. Mereka membuka jendela mobil dan berteriak dengan kasar

Namun begitu jenis perilaku ini pada pria lebih tua cenderung menurun. Mereka lebih suka mengeluarkan komentar yang lebih menghargai, seperti halnya kebanyakan wanita.

"Ide bahwa secara intrinsik unicycling itu lucu tidak dapat menjelaskan temuan ini. Penjelasan yang paling sederhana adalah itu merupakan pengaruh hormon pria testosteron," terang Professor Shuster.

Sementara itu, psikolog dari University of Northumbria, Dr Nick Neave, melakukan riset mengenai pengaruh fisik, perilaku dan psikologis dari testosteron. Ia berpendapat, pria memberi respon lebih agresif karena mereka melihat pesepeda unicycling sebagai pria lain yang mendatangkan ancaman, yakni dapat mengalihkan perhatian wanita dari mereka sendiri.

Kamis, 16 Oktober 2008

TRACE & MAILING SERVICES

Trace & Mailing Services

Di banyak negara di muka bumi ini masih banyak terjadi konflik atau pertikaian senjata sehingga penderitaan yang ditimbulkan bukan hanya penderitaan fisik pada saat perang pecah namun juga penderitaan batin. Banyak diantara mereka yang menderita tekanan batin/mental akibat perpisahan dan ketidak pastian nasib anggota kelurga dan orang-orang yang dikasihi dengan cara mencari kabar tentang anggota keluarga yang hilang tersebut.
Dalam hal demikian Palang Merah hadir untuk membantu meringankan beban penderitaan mereka dengan pelayanan pencarian keluarga yang hilang dan penyampaian berita keluarga yang dikelola secara unik.

TUGAS INI DIJABARKAN DALAM BENTUK:
 Mendata, memproses dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi orang-orang yang perlu dibantu.
 Menyampaikan berita antara naggota keluarga yang terpisah bila sarana komunikasi normal terganggu atau tidak ada hubungan Diplomatik antar negara yang bersangkutan.
 Mencari anggota keluarga yang hilang.
 Mempersatukan kembali anggota keluarga yang terpisah.
 Transfer dan repatiriasi serta berusaha surat-surat resmi yang mungkin berguna untuk memperoleh pensiun atau biaya pengobatan dan lain-lain.
Untuk menjaga netralisasi dalam menjalankan tugas, ada etiket yang dipegang teguh oleh TMS. Bila usaha pencarian berhasil, pemberitahuan keberhasilan ini harus seizin orang yang dicari.
Kegiatan semacam ini sebenarnya telah dilaksanakan oleh PMI sejak masa Revolusi Kemerdekaan dimana PMI bekerjasama dengan Palang Merah Belanda melakukan Repatiriasi untuk Heiho, Romusha, Ho Kian ke Belanda, Jepang atau Tiongkok. Dengan adanya konflik bersenjata di Wilayah Timor Timur tahun 1976 dan pada pertengahan 1976 membanjirnya arus Pengungsi Vietnam di P. Galang dengan yang sudah bermukim di negara ketiga, maka suatu Proyek khusus TMS sebagai salah satu unit kerja di Markas Besar PMI mulai diaktifkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Diharapkan prospek pengembangan tugas TMS juga bisa mencakup untuk pelayanan lain, misalnya yang diakibatkan karena peristiwa bencana alam.
Dari Cina hingga ke Lebak
Masalah TMS untuk Timor Timur ditangani mulai tahun 1981 dan hingga tahun 1994 diterima 651 kasus pencarian dan disampaikan 15.265 berita keluarga, Family Reunion ke Australia sebanyak 174 orang, ke Portugal 354 orang, ke Cabo Verde 76 orang, serta repatriasi mantan pegawai negeri Portugal di Timor Timur ke Portugal sebanyak 778 orang.
Untuk masalah pengungsi Vietnam, TMS berperan dalam penyampaian berita bagi pengungsi Vietnam di P. Galang dengan mereka yang yang sudah dimukimkan di negara ketiga seperti Amerika Serikat, Australia, Canada atau yang berada di Camp penampungan negara lainnya. Kegiatan yang dimulai tahun 1979 dengan perwakilannya di Tanjung Pinangdan P. Galang telah melakukan permintaan pencarian 22.910 kasus dan berhasil ditemukan 7.953 orang hingga tahun 1994. Diamping itu disampaikan surat-surat sebanyak 1.489.170 buah dan berita keluarga 550 lembar. Hingga awal tahun 1995 masih juga diterima permohonan pencarian 31 orang yang berhasil diketemukan 21 orang dan penyampaian berita keluarga 27 lembar.
Selama proses penanganan untuk pengungsi Vietnam dan Timor, TMS juga telah berhasil melakukan "family reunion" / mempertemukan keluarga yang terpisah selama puluhan tahun akibat perang dunia II yang lalu. Hal ini dialami oleh :
1. Ma Ijah di Tasikmalaya dengan Aneng yang tinggal di RRC selama 40 tahun berpisah pada tahun 1987. Ini dilakukan karena antara Indonesia dangan RRC saat itu belum ada hubungan diplomatik, sehingga PMI mengambil perannya sebagai penghubung netral.
2. Selanjutnya kisah Markinson Nasa alias Markinsam yang meninggalkan Indonesia pada tahun 1937 saat perang menuju ke Amerika mencari nafkah, dianggap oleh keluarganya yang tinggal di Maja, suatu daerah pedalaman di Lebak-Rangkasbitung Jawa Barat, sudah meninggal.

Hanya dengan informasi dari putra Markinson yang menyampaikan kerinduan akan ayahnya tentang Indonesia kepada seorang teman dari Indonesia, maka PMI mulai melacak kisah ini. Akhirnya kakak perempuan Markinson, Umi 85 tahun yang sudah pikun dan rabun dengan tangis haru berhasil merangkul dan merengkuh adik yang dianggap meninggal/hilang dalam pertemuan antara keduanyadan anggota keluarga yang lain terjadi di depan rumah mereka di Desa Lebak pada awal tahun 1990 tahun yang lalu.
Kisah-kisah tersebut di atas adalah segelintir dari puluhan kisah lainnya tentang pelayanan TMS unutk masyarakat sipil. Semua kegiatan hingga tahun 1993 didukung pendanaannya oleh ICRC.

PEMBINAAN GENERASI MUDA

PEMBINAAN GENERASI MUDA

Pembinaan generasi muda di sini memiliki pengertian pembinaan bagi relawan PMI seperti PMR dan KSR yang masuk dalam kelompok usia muda. Pembinaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembinaan generasi muda dalam bidang kepalang-merahan, kesehatan dan kesejahteraan pemuda.
Lingkup Kegiatan Pembinaan Generasi Muda

1.Pembinaan anggota remaja dan mahasiswa dalam PMI, melalui rekruitmen, penerbitan Kartu Tanda Anggota, dan pelaksanaan kegiatan bagi anggota remaja dan mahasiswa.
2.Pembentukan Unit (Divisi, Bidang, Seksi) Pembinaan Remaja (PMR) dan Korps Sukarela (KSR) PMI di Pusat, Daerah, dan Cabang (semacam Youth Division/Section)
3.Peningkatan pembinaan dan pengembangan terpadu PMR dan KSR.
4.Pelatihan pemuda sebaya (youth peer education) yang dipadukan penuh ke dalam sistem pelatihan dan pembinaan PMR dan KSR dalam pendekatan life skills education (lengkapnya lihat di bagian Pelayanan Sosial Kesehatan Masyarakat). Sistem pelatihan dan pendekatan ini diterapkan untuk keseluruhan pembinaan PMR dan KSR dalam bidang kepalangmerahan, kesehatan, kesejahteraan pemuda, persahabatan, dan pengabdian masyarakat.

Sasaran Kegiatan
1. PMR (Palang Merah Remaja)

Syarat menjadi anggota
•Warga Negara Republik Indonesia
•Usia:
+ PMR Mula : setingkat usia siswa Sekolah Dasar/MI dari 7 - 12 tahun.
+ PMR Madya : setingkat usia siswa SLTP/MTs dari 12 - 16 tahun
+ PMR Wira : setingkat usia siswa SMU/MA dari 16 - 20 tahun
• Dapat membaca dan menulis.
• Atas dasar kemauan sendiri.
• Dapat persetujuan orangtua/wali.
• Sebelum menjadi anggota penuh, bersedia mengikuti Pendidikan dan Pelatihan

Dasar Kepalangmerahan.

•Permintaan menjadi anggota disampaikan kepada Pengurus Cabang PMI setempat, melalui Pembina PMR masing-masing.
Dalam melaksanakan kegiatan (pelatihan, lomba) anggota PMR menetapkan 3 (tiga) hal yang disebut Tri Bakti PMR:
•Anggota PMR berbakti pada masyarakat.
Misalnya: mengadakan kunjungan berkala ke panti jompo, menjadi donor darah (syarat menjadi donor darah lihat SERBA-SERBI TRANSFUSI DARAH).
•Mempertinggi ketrampilan dan memelihara kebersihan dan kesehatan. Contoh: mempraktikan kebersihan dan kesehatan di lingkungan sekitar, mampu melakukan perawatan pada luka lecet.
•Memperat persahabatan Nasional dan Internasional.
Misal: mengadakan latihan gabungan dengan kelompok PMR lain, saling bertukar album persahabatan.

2. KSR (Korps Sukarela)
Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) adalah kesatuan atau unit di dalam perhimpunan PMI, yang merupakan wadah kegiatan atau wadah pengabdian bagi Anggota Biasa perhimpunan PMI dan pribadi-pribadi yang menyatakan diri dan menjadi anggota KSR PMI, serta memenuhi syarat menjadi anggota KSR PMI.

Syarat menjadi anggota:
•WNI dan bertakwa kepada Tuhan YME.
•Setia kepada Pancasila dan UUD 1945.
•Umur sekurang-kurangnya 18 tahun dan pendidikan serendah-rendahnya tamat SLTP atau sederajat.
•Berkelakuan baik.
•Sehat jasmani dan rohani.
•Atas kesadaran sendiri dan sukarela bersedia mendaftarkan diri sebagai anggota KSR PMI (yang berstatus sebagai mahasiswa di suatu universitas/institute dapat mendaftarkan diri di universitas/institute masing-masing).
• Bersedia mengikuti pendidikan dan pelatihan KSR PMI
• Bersedia menjalankan tugas kepalangmerahan dan mentaati peraturan yang berlaku.
Cakupan kegiatan: diarahkan untuk melaksanakan pertolongan/bantuan dalam kesatuan unit terorganisasi di bidang Penanggulangan Bencana serta Pelayanan Sosial dan Kesehatan Masyarakat (Lihat info Penanggulangan Bencana dan Pelayanan Sosial dan Kesehatan Masyarakat)
Materi yang perlu dipelajari Anggota PMR dan KSR:
Materi pelatihan PMR, antara lain:
+ Kepalangmerahan
+ Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI)
+ Pertolongan Pertama
+ Perawatan Keluarga
+ Pendidikan Remaja Sebaya (PRS)
+ Pengabdian PMR di masyarakat.
Materi pelatihan KSR, antara lain:
+ Kepalangmerahan
+ Kepemimpinan
+ Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI)
+ Pengabdian KSR di masyarakat
+ Pertolongan Pertama
+ Perawatan Keluarga (PK)
+ Pengungsian
+ Penampungan Sementara
+ Dapur Umum
+ Pertolongan Pertama pada Bencana
+ Pengetahuan Dasar Praktis Penanggulangan Kebakaran
+ Transfusi Darah
+ Tracing Mailing Service (TMS)
+ Pendidikan Remaja Sebaya (PRS)
+ Pendidikan Wanita Sebaya (PW

PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA

EMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA
Apa itu GPS Global Positioning System...

Pemetaan Daerah Rawan Bencana dengan menggunakan GPS. Tetapi sebelum saya membahas bagaimana cara memetakan daerah rawan bencana dengan GPS saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu TIG dan SIG. TIG dalah Teknologi Informasi Geografis sedangkan SIG System Informasi Geografis dimana keduanya saling berhubungan sampai disini pasti pembaca sudah mengetahui perbedaan TIG dan SIG

jika belum akan saya jelaskan TIG adalah perangkat Keras Informasi Geografi yang meliputi GPS, Komputer, sedangkan SIG adalah Perangkat lunak Informasi Geografis yang berupa software Map Saource, Map Info, Arcview. Sudah jelaskan mari kita lanjutkan lagi, karena PMI adalah organisasi kemanusiaan dan salah satu bidang yang ditangani PMI adalah Penaggulangan dan Penaganan Bencana maka PMI dituntut untuk dapat merencanakan suatu cara agar apabila terjadi bencana masyarakat bisa mengetahuinya daerah mana yang terkena dampak bencana yang pada akhirnya dapat segera mengambil tindakan yang tepat da cepat dalam memanajemen bencana. Dan dengan data ini kita dapat memprediksi dampak bencana yang akan datang.
Bagaimankah cara memetakan Daerah Rawan bencana ?
GPS merupakan suatu alat navigasi berbasis satelit. Nama formalnya adalah NAVTAR (NAVigation Satelite Timing and Ranging Global Positioning System) system ini merupakan system satu arah yang banyak digunakan dikalangan militer, nelayan, pertambangan dan perkebunan, namun saat PMI telah menggunakannya untuk pemetaan daerah rawan bencana. Dengan teknologi GPS ini kita bisa tahu posisi kita, kita berada diketinggian berapa dan sebagainya, karena GPS adalah alat yang terhubung dengan satelit maka kita bisa mendapatkan kesemuanya itu. Didalam Perangkat GPS kita bisa menggunakan Fasilitas Track dan Marks fungsi dari Track yaitu untuk membuat suatu batas wilayah, batas area, jalur jalan, jalur listrik dan Jalur Sungai. Sedangkan untuk fasilitas Mark kita bisa menggunakan untuk Menandai rumah-rumah, sekolah, rumah sakit, tugu-tugu, tiang listrik, telepon dan lainnya kemudian dari kedua data tersebut tidak bisa kita nikmati begitu saja tetapi harus kita oleh dengan SIG salah satunya kita gunakan Map Source yang ada dalam computer. Dari data yang kita dapat didalam GPS kita transfer ke Komputer dan dengan map source ini nanti kita gabungkan data yang ada di GPS itu yaitu data track dan data Mark sehingga akan nampak sebuah peta buatan kita yang sudah berisi jalur-jalur dan rumah-rumah penduduk, sekolah, kantor, rumah sakit dan lainnya, setelah kita yakin dengan data yang ada kemudian kita bisa membuat peta sesuai dengan data yang ada pada Map Source itu. Yang nantinya kita bisa pajang di tempat yang masyarakat bisa mengetahui peta rawan bencana yang ada di daerahnya. Sekian dulu ya dah capek nih

Label: Mapping

PROGRAM KESIAPSIAGAAN PENANGGULANGAN BENCANA

PROGRAM KESIAPSIAGAAN PENANGGULANGAN BENCANA

INSTITUSI PMI

PMI PUSAT

PRA BENCANA

+ Menyusun peta rawan bencana tingkat nasional serta contingency plan bencana skala besar
+ Mempersiapkan kebijaksanaan penaggulangan bencana tingkat nasional

+ Mengupayakan bantuan program dari sumber-sumber bantuan luar negeri

+ Preposisi stok bantuan bencana tingkat nasional

+ Menyelenggarakan pelatihan tingkat nasional


DARURAT BENCANA

+ Memberikan petunjuk teknis dan menyediakan bantuan teknis operasional PB

+ Memberikan petunjuk teknis tentang diseminasi dan sosialisasi upaya PB PMI.

+ Koordinasi dengan Bakornas PB.

+ Mengupayakan bantuan dari sumber-sumber dalam negeri maupun luar negeri.

+ Mengorganisir tim bantuan apabila diperlukan.


+ Evaluasi kegiatan operasional PB.

PASCA BENCANA

+ Memberikan petunjuk teknis mengenai tindak lanjut kegiatan pasca bencana.

+ Mengupayakan bantuan program untuk kegiatan tindak lanjut yang dilaksanakan oleh PMI Cabang.

+ Pertanggungjawaban kepada publik, tentang penerimaan sumbangan dan bantuan bencana, proses distribusinya, cakupannya dll.

PMI DAERAH

PRA BENCANA

+ Menyusun peta rawan bencana tingkat daerah.

+ Merekomendasikan pembangunan program PB Cabang rawan bencana di wilayah kerjanya dan monitoring implementasinya.

+ Preposisi stok bantuan bencana tingkat daerah.

+ Membangun saluran koordinasi bantuan antar PMI Cabang di wilayah kerjanya. + Menggalang bantuan bencana dari PMI Cabang di wilayah kerjanya.

DARURAT BENCANA

+ Pengendalian dan pengawasan upaya PB yang dilaksanakan oleh PMI Cabang.

+ Mengkoordinasikan informasi mengenai upaya PB kepada PMI Cabang Lainnya.

+ Monitoring kegiatan diseminasi

+ Koordinasi dengan Satkorlak PB.

+ Laporan periodik ke PMI Pusat.

PASCA BENCANA

+ Evaluasi upaya PB tingkat daerah

+ Publikasi kegiatan PB yang dilakukan oleh PMI Cabang di wilayah kerjanya

+ Merekomendasikan tindak lanjut upaya PB yang diusulkan oleh PMI Cabang.

PMI CABANG

PRA BENCANA

Program Kesiapsiagaan PMI di tingkat Cabang:
+ Menyusun peta rawan bencana di wilayah kerjanya serta Contingency plan yang telah dikoordinasikan dengan program Satlak PB setempat.

+ Pengadaan perlengkapan bantuan PB.

+ Membina saluran informasi dan komunikasi dengan institusi terkait.

+ Pembentukan Tim Satgana terlatih dan tugas siaga KSR secara rotasi.

+ Mengadakan simulasi PB.
Program Kesiapsiagaan Tingkat Masyarakat:
+ Membina hubungan dengan penduduk di lokasi rawan bencana (setingkat desa/kelurahan)

+ Kerjasama dengan organisasi masyarakat setempat.

+ Menyelenggarakan program pelatihan praktis kepada anggota masyarakat setempat.

+ Menyusun program pencegahan/mitigasi dampak bencana bersama-sama masyarakat (program CBDP)

+ Implementasi CBDP Program

DARURAT BENCANA

+ Konsolidasi sumber-sumber daya

+ Membentuk Posko PB/Crisis Center dan komunikasi internal maupun eksternal PMI

+ Pengerahan Tim Satgana untuk bantuan serbaguna dalam satuan-satuan kerja pengungsian, Dapur Umum, P3K/ambulans, distribusi material relief, logistic, TMS, Informasi dan komunikasi, administrasi.

+ Memelihara koordinasi dengan satlak PB

+ Laporan periodic ke PMI Daerah/Pusat

+ Diseminasi dan sosialisasi upaya PB PMI

+ Menyusun rencana kerja tindak lanjut untuk tahap pasca bencana.

PASCA BENCANA

+ Reorganisasi sumber-sumber daya

+ Evaluasi kegiatan PC selama periode opearsi tanggap darurat dan penentuan kebijaksanaan atas rencana kegiatan pasca bencana.

+ Ekspose dan pertanggungjawaban kepada public tentang penerimaan sumbangan dan bantuan bencana yang diterima dari sumber-sumber local, proses distribusinya, cakupannya dll

+ Komitmen untuk tetap melaporkan perkembangan situasi hingga tiga bulan berikutnya.


PRINSIP BANTUAN PMI

Dalam melaksanakan program bantuan, PMI mengantu beberapa prinsip bantuan antara lain:
1. Darurat
Seperti peranan Perhimpunan Nasional Palang Merah di negara-negara lain, bantuan penanggulangan bencana yang diberikan kepada korban bencana bersifat darurat dan bersifat komplimen/tambahan untuk membantu pemerintah dalam meringankan penderitaan korban bencana (auxiliary to the government)

2. Langsung
Bantuan PMI harus diberikan secara langsung oleh tenaga PMI kepada korban bencana, tanpa perantara, sehingga dapat langsung dirasakan oleh para korban.

3. Beridentitas Palang Merah
Untuk memudahkan pengenalan, pengendalian, pengawasan dan untuk meningkatkan citra PMI, serta kepercayaan donatur, Petugas PMI dalam penanggulangan korban bencana harus memakai tanda Palang Merah (PMI). Hal ini juga dilakukan pada tempat, sarana dan fasilitas yang digunakan oleh PMI di lapangan.

4. Materi Bantuan
Bantuan PMI kepada korban bencana adalah dalam bentuk Material (pangan atau non-pangan) dan Jasa (pendampingan, konseling dan advokasi)

TATA LAKSANA PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA

1.Di dalam melaksanakan tugas memberikan pertolongan dan bantuan kepada korban akibat bencana alam atau terjadinya konflik dilakukan oleh tenaga KSR dan TSR yang sudah terlatih di bawah komando PMI Cabang.
2.Setiap orang yang luka siapapun dia dan meskipun dia ikut serta dalam peristiwa kekerasan tersebut, dia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pertolongan pertama . Petugas harus menggunakan seragam Palang Merah dan harus mempunyai akses kepada semua pihak, karena petugas tersebut bersifat netral dan tidak memihak. Tugasnya hanya membantu semua korban tanpa perbedaan.
3.Apabila dampak dari kejadian bencana alam atau konflik tersebut mengakibatkan pengungsian penduduk yang memerlukan penanganan bersama, maka PMI Cabang harus meminta bantuan penanganan kepada PMI Daerah bahkan sampai ke tingkat pusat.
4.Untuk menjaga kemungkinan terjadinya bencana baik bencana alam maupun bencana konflik, di beberapa daerah yang rawan harus dibentuk tim khusus yang disebut SATGANA (Satuan Siaga Penanggulangan Bencana). Anggota SATGANA tersebut terdiri dari dari anggota KSR dan TSR yang sudah terlatih dengan pengetahuan khusus. KSR yang masuk ke dalam Tim SATGANA dapat berasal dari KSR Unit Perguruan Tinggi atau KSR Unit PMI Cabang yang terpenting dapat melaksanakan tugas setiap saat diperlukan.
5.Apabila penanganan korban/pengungsi tersebut sangat komplek dan tidak mungkin ditangani oleh PMI sendiri, maka PMI dapat meminta bantuan /dukungan kepada Palang Merah Internasional dalam bentuk permohonan bantuan ( disaster appeal) ditujukan kepada IFRC, dan kepada ICRC bila itu bencana konflik.
6.Apabila diperlukan , PMI Pusat dan Daerah dapat bekerjasama dengan ICRC atau IFRC untuk membentuk sebuah tim khusus yang bertugas dalam kurun waktu tertentu hingga unsur PMI setempat mampu mengambil alih tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Tim Khusus tersebut. Anggota Tim Khusus dapat direkrut dari unsur-unsur pengurus PMI, staf senior (Pusat, Daerah maupun Cabang), KSR terlatih dari lintas daerah dan KSR PMI Cabang setempat.

KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA OLEH PMI

A.Setiap upaya penanggulangan bencana oleh PMI harus dipastikan bahwa kegiatan tersebut telah dikoordinasikan baik secara vertical maupun horizontal di semua tingkatan.
B.SOP harus disosialisasikan kepada instansi terkait di semua tingkatan (Bakornas, Satkorlak, Satlak).
C.Bekerjasama dengan instansi terkait/LSM sangat dimungkinkan berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan dan saling menghormati mandate masing-masing pihak.
D. Kerjasama antara PMI Daerah atau Cabang dengan Lembaga-Lembaga Internasional harus memperoleh persetujuan dari PMI Pusat.
E.Kerjasama operasional antara PMI dengan ICRC atau IFRC dalam operasi penanggulangan bencana harus dilandasi oleh sebuah kesepakatan/MOU yang umum berlaku dalam lingkungan gerakan kepalangmerahan.

PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN

1.Penanggungjawab penanggulangan bencana di wilayah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Pengurus Cabang. Dalam melaksanakan kegiatannya, Pengurus Cabang bertanggungjawab kepada Pengurus Daerah setempat.
2.Penanggungjawab penanggulangan bencana di wilayah propinsi dilaksanakan oleh Pengurus Daerah. Dalam melaksanakan kegiatannya, Pengurus Daerah bertanggungjawab kepada Pengurusnya
3.Penanggungjawab penanggulangan bencana di tingkat pusat, pelaksana hariannya dipegang oleh Sekretaris Jenderal dibantu oleh Divisi Penanggulangan Bencana serta unit teknis lainnya. Sekretaris Jenderal bertanggungjawab kepda Ketua Umum PMI.

PENGEMBANGAN PROGRAM COMMUNITY BASED DISASTER PREPAREDNESS (CBDP)

CBDP merupakan program PMI dalam rangka persiapan antisipasi Bencana Alam yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
CBDP bukan merupakan hal yang baru bagi PMI, karena sudah berjalan di beberapa daerah yakni:
+ PD Jawa Timur - CBDP di desa Kalitidu ( 1995 / 1996 )
+ PD Jawa Tengah - CBDP / FA di desa Eromoko Wonogiri ( 1995 )
+ PD NTT - CBDP / FA di Kobalima, Atambua ( 1999/2000 )
+ PD Kaltim - CBFA di Tarakan ( 2001 s.d. sekarang )

Pengembangan Program CBDP selanjutnya :

1.Menetapkan Pilot Project CBDP di PMI Daerah terpilih
2.Memperbaiki konsep-konsep dasar yang dapat mendukung pengembangan program CBDP ( LFA, PRA, Gender, Project Cycle )
3.Mempersiapkan personel yang kapabel untuk mendukung program CBDP
4.Melaksanakan studi kelayakan terhadap PMI Cabang pelaksana serta desa-desa yang menjadi lokasi program CBDP
5.Mengadakan workshop tentang formulasi program-program yang melibatkan unsur-unsur dari PMI Pusat, Daerah, Cabang, unsur Pemda setempat hingga masyarakat yang akan dibina melalui program CBDP
6.Menyusun draft, kerangka acuan implementasi (TOR)
7.Membangun network PMI Pusat hingga masyarakat

Peranan PMI Daerah dalam Pengembangan Program CBDP

1.Secara Institusional : Bertindak selaku Pembina Program tingkat Daerah, yang akan memberikan dukungan struktural, peran koordinasi dan fasilitasi, peran penghubung dan monitoring
2.Secara Individual : bertindak selaku Narasumber dari program CBDP itu sendiri. Di sini, kita benar-benar dituntut untuk memahami secara mendalam berbagai aspek dalam pengembangan program CBDP
3.Dalam konteks operasional : Bertindak secara proaktif (inisiatif), antisipatif, inovatif, dan mampu merumuskan ide-ide serta menyampaikannya kepada berbagai pihak terkait.
4.Dalam konteks regional : PMI Daerah terpilih harus mampu menjadi contoh / model Pembangunan kegiatan kepalangmerahan bagi propinsi tetangga.

PARTICIPATORY RURAL ASSESMENT (PRA) / PARTISIPASI MASYARAKAT TERPADU

PRA merupakan suatu pendekatan dalam melakukan pembelajaran bersama antara masyarakat lokal dan pendatang sehingga mampu melakukan perencanaan yang memungkinkan terciptanya prinsip-prinsip penentu, seperti:
1.PARTISIPASI : masyarakat lokal membantu dalam mengumpulkan data serta dalam proses analisa.
2.FLEKSIBILITAS : tidak berdasarkan metodologi yang standard tatapi tergantung pada kegunaan, sumber daya, ketrampilan dan ketersediaan waktu.
3.KERJASAMA TIM : outsider & insiders, men & women, mix of disciplines.
4.Mengoptimalkan keperdulian : efisiensi waktu dan biaya, namun cukup memiliki kesempatan untuk melakukan perencanaan dan analisa.
5.SISTEMATIS : untuk ketepatan dan kesahihan.

Teknis pelaksanaan PRA :

+ Wawancara/ diskusi : Individuals, household, focus groups, community meeting
+ Pemetaan : Community maps, Personal maps, Institutional Maps
+ Perankingan : Problem ranking, Preference ranking, Wealth Ranking
+ Analisa trend : Historical Diagramming, seasonal Calendar, daily Activity charts

Peralatan PRA :

+ Spot mapping
+ Transect mapping
+ Time Line / Historical Line
+ Seasonal calendar
+ Wealth ranking
+ Problem tree Analysis
+ Objective Tree Analysis
+ Logical Framework Approach

PEDOMAN WAWANCARA KESIAPSIAGAAN BENCANA ALAM

PEDOMAN WAWANCARA
KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH DALAM MENGANTISIPASI
BENCANA ALAM

Parameter/Variabel Informasi Lanjutan

Kondisi Fisik Sekolah

- Pemahaman terhadap tingkat kerentanan (lokasi, bangunan sekolah)
- Upaya untuk mengurangi resiko bencana, misal merenovasi sekolah didasarkan pada konstruksi bangunan tahan gempa

Pengetahuan, Sikap dan
Praktek

- Informasi tentang bencana (Jenis, waktu, lokasi, skala/besaran, dampak)
- Akses guru dan murid terhadap informasi tentang bencana
Persepsi terhadap kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana
Setelah tsunami 2004
Kegiatan kesiapsiagaan menghadapi bencana (bentuk/jenis, waktu, pelaksana, peserta, pendanaan, kendala)

Kebijakan dan Panduan

Keberadaan kebijakan/panduan/peraturan/program pendidikan yg berkaitan dg kesiapsiagaan bencana
- Dasar kebijakan (misal Peraturan Depdiknas, Perda, Pernyataan Walikota, Surat Edaran Dinas Pendidikan, kebijakan/program sekolah sendiri)
- Bentuk dan isi kebijakan (misal: integrasi kesiapsiagaan bencana dalam kurikulum, ekstra kurikuler)
- Implementasi dari kebijakan
- Kendala (materi, dana, sdm/pelaksana)

Rencana
Tanggap Darurat

Rencana evakuasi

Keberadaan rencana (ada/tidak ada, mengapa/kendala?)
- Kesepakatan tempat-tempat evakuasi
- Keberadaan peta, rambu-rambu dan jalur evakuasi di sekolah
- Sosialisasi peta evakuasi pada guru dan murid , atau ditempatkan pada tempat2 strategis, shg diakses dan diketahui oleh setiap warga sekolah
- Peralatan dan perlengkapan evakuasi (tenda, tandu)
- Latihan/simulasi evakuasi
Survival kit/kebutuhan dasar
sekolah - Back-up/copy dokumen penting sekolah (Keberadaan, bentuk, tempat penyimpanan/pengamanan, penanggung jawab)

Pertolongan, penyelamatan, keselamatan dan Pengamanan
Rencana pertolongan pertama:

- Keberadaan (ada/tidak, mengapa)
- Kegiatan (pelatihan P3K, dokter kecil, PMR)
- Persiapan bahan dan perlengkapan
- Bantuan/bimbingan (sdm, dana, bahan dan peralatan)

Fasilitas /Sarana penting bila terjadi emergency

Keberadaan dan akses terhadap RS, ambulan, PLN, pemadam kebakaran, Kantor polisi, posko bencana
Sistem Peringatan Dini

Sistem peringatan dini

(akses sekolah terhadap peringatan dini, ketersediaan peralatan dan kondisi, prosedur untuk merespon peringatan, siapa yang bertugas menyebarluaskan)

Mobilisasi Sumber Daya Peningkatan kapasitas sekolah

- Pelatihan (jenis, siapa yang terlibat, jumlah yang terlibat, frekuensi pelatihan, penyelenggara, pendanaan, tindak lanjut hasil pelatihan, kendala)
- Workshop/seminar/sosialisasi (jumlah guru dan murid yang terlibat, frekuensi pelatihan, penyelenggara)
Bimbingan teknis dan penyebar luasan/transfer hasil pelatihan/workshop/seminar/pertemuan
Produksi dan distribusi materi kesiapsiagaan menghadapi bencana (buku, poster, leaflet, komik, kliping koran, VCD/kaset tentang gempa dan tsunami)
- Keberadaan dan tingkat kecukupan
- Akses guru dan murid untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut
Pendanaan kegiatan kesiap-siagaan menghadapi bencana (sumber dan alokasi serta mekanismenya)
Koordinasi dan komunikasi antar institusi, stakeholder lain, misalnya dengan Komite sekolah dari sekolah lain, dengan Dinas Pendidikan , DP dll (pola, aturan), apakah terdapat koordinasi dan pertemuan rutin
Kerjasama dengan pihak swasta dan NGO untuk kegiatan kesiapsiagaan di sekolah (sumber daya/tenaga/dana/ peralatan/bantuan teknis yang dimobilisasi dan mekanismenya)
Rencana pemantauan dan evaluasi (terhadap rencana evakuasi dan simulasi, pertolongan pertama, peringatan bencana)


Nara Sumber :

- Kepala Sekolah/wakil kepala sekolah atau guru yang mewakili
- Ketua Komite sekolah atau yang mewakili.

MATERI ESKUL


MATERI KEGIATAN EKTRAKURIKULER
PMR WIRA SMA N 1 PEMALANG
Waktu Pelatihan:pk.1400-16.30 wib.

Tempat: Halaman sekolah dan Aula SMA N 1 Pemalang

Peserta : Kelas XI dan X

Palang Merah Remaja (disingkat PMR) yang merupakan salah satu kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Pemalang mengharuskan para anggotanya paling tidak harus menguasai beberapa materi. Halaman ini akan menjabarkan materi-materi dalam kegiatan PMR.
1 Sejarah Palang Merah Remaja
2 Syarat-syarat menjadi anggota PMR
3 Hak keanggotaan
4 PATUT
5 Tujuh Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah Internasional
6 Tribakti Palang Merah Remaja
7 Mars Palang Merah Indonesia
8 Faktor-Faktor yang dilatih dalam pendidikan ke-PMR-an:
9 Pertolongan Pertama
9.1 Pelaksanaan pertolongan pertama
9.2 Peralatan P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan)
9.3 Pelajaran Membuat Tandu
9.4 Pelajaran Evakuasi korban
10 Urutan apél
10.1 Urutan apél yang digunakan dalam PMR
10.2 Petugas apél

Sejarah Palang Merah Remaja

Dibentuk pada Kongres PMI pada Januari 1950 di Jakarta. PMR dulu bernama Palang Merah Pemuda, 1 Maret 1950. Secara resmi berkembangnya PMR di sekolah didasari Surat Edaran Dirgen Pendidikan No. 11-052-1974, pada tanggal 22 Juni 1974.

Syarat-syarat menjadi anggota PMR

Berikut ini adalah syarat-syarat untuk menjadi anggota PMR.
Warga Negara Indonesia.
Berusia 7 tahun sampai dengan 21 tahun.
Dapat membaca dan menulis.
Atas kemauan sendiri, tanpa paksaan maupun tekanan dari orang lain, ingin menjadi anggota PMR.
Mendapat persetujuan dari orang tua atau wali.
Sebelum menjadi anggota penuh, bersedia mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diharuskan.
Bersedia melaksanakan tugas kepalangmerahan selaku anggota PMR secara sukarela.

Hak Anggota

Hak keanggotaan berakhir apabila:
Meninggal dunia
Merugikan nama dan kedudukan PMR khususnya, dan PMI umumnya.

PATUT

Isi dari PATUT:
P : Penolong mengamankan diri sendiri sebelum bertindak
A : Amankan Korban
T : Tandai tempat kejadian
U : Usahakan panggil bantuan
T : Tangani korban (dengan P3K) mulai dari luka yang paling serius atau membahayakan keselamatan korban

Tujuh Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah Internasional

Kemanusiaan
Kesamaan
Kenetralan
Kemandirian
Kesukarelaan
Kesatuan
Kesemestaan

Tribakti Palang Merah Remaja

Berbakti kepada masyarakat.
Mempertinggi ketrampilan dalam rangka meningkatkan kebersihan dan kesehatan.
Mempererat persahabatan nasional dan internasional

Mars Palang Merah Indonesia

Palang Merah Indonesia
Sumber kasih umat manusia
warisan luhur nusa dan bangsa
Wujud nyata mengayom Pancasila
Gerak juangnya ke seluruh Nusa
Mendharmakan bakti bagi ampera
Tunaikan tugas suci, tujuan PMI, di Persada Bunda Pertiwi
untuk umat manusia di seluruh dunia
PMI mengantarkan jasa

Faktor-Faktor yang dilatih dalam pendidikan ke-PMR-an:

Fisik
Mental
Kreatifitas/Otak

Pertolongan Pertama

Pelaksanaan pertolongan pertama
Periksa kesadaran
Periksa pernapasan
Periksa apakah ada tanda-tanda pendarahan
Periksa keadaan lokal atau keadaan sekitar

Peralatan P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan)

Bahan membersihkan tangan. Contoh: Sabun, alkohol.
Obat pencuci luka. Contoh: Rivanol, alkohol.
Obat pengurang rasa sakit. Contoh: Parasetamol.
Wewangian untuk menyadarkan korban. Contoh: Cologne, minyak angin.
Pembalut gulung
Mitela
Kapas
Plester
Kain kassa/ kain steril
Gunting
Pinset

Pelajaran Membuat Tandu

Menyiapkan alat-alat yang diperlukan: tambang, bambu untuk pegangan tangan
Membuat simpul jangkar dan simpul pangkal
Mengencangkan dan menguatkan tandu agar bisa ditempati oleh korban

Pelajaran Evakuasi korban

Bagaimana cara mengangkat korban ke tandu
Cara mengangkat korban dengan 2 orang atau lebih.
Cara mengangkat korban sendiri

Urutan apél

Urutan apél yang digunakan dalam PMR
Pemimpin apél memasuki lapangan apél.
Pemimpin apél menyiapkan barisan.
Pembina apél memasuki lapangan apél.
Penghormatan kepada Pembina apél dipimpin oleh pemimpin apél.
Laporan pemimpin apél kepada pembina apél bahwa apél akan segera dimulai.
Pembacaan 7 prinsip dasar Gerakan Palang Merah Internasional.
Pembacaan Tribakti Palang Merah Remaja.
Menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan dengan Mars Palang Merah Indonesia.
Amanat Pembina, peserta diistirahatkan.
Peserta disiapkan.
Pembacaan doa.
Laporan pemimpin apél kepada Pembina apél bahwa apél telah selesai.
Penghormatan umum kepada Pembina apél.
Pembina apél diperkenankan meninggalkan lapangan apél.
Peserta dibubarkan.

Petugas apél

Protokol
Pemimpin upacara
Petugas pembaca 7 prinsip dasar gerakan Palang Merah Internasional
Petugas pembaca Tribakti Palang Merah Remaja
Petugas dirijen dalam menyanyikan lagu ‘Indonesia Raya’ dan ‘Mars Palang Merah Indonesia’.
Selain itu, juga dibutuhkan pembina dan peserta apél.

Selasa, 14 Oktober 2008

PELAYANAN TRANSFUSI DARAH

PELAYANAN TRANSFUSI DARAH

PENDAHULUAN
Strategi Palang Merah Indonesia (PMI) dalam visinya menetapkan agar dikenall secara luas sebagai organisasi kepalangmerahan dalam memberikan pelayanan kepada yang membutuhkan secara efektif dan tepat waktu dengan semangat kenetralan dan kemandirian.

Meskipun kegiatan transfusi darah sudah dirintis sejak masa perjuangan revolusi oleh PMI, namun baru melalui Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980, pemerintah menetapkan peran PMI sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan transfusi darah di Indonesia.. Tugas ini ditegaskan pula melalui SK.Dirjen Yan Med No. 1147/ YANMED/RSKS/1991, tentang Petunjuk Pelaksana Peraturan Menteri Kesehatan No. 478/Menkes/Per/1990 tentang upaya kesehatan di bidang Transfusi Darah.

Target pelayanan transfusi darah adalah berupaya memenuhi kebutuhan darah yang bermutu, aman dan mencukupi serta dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau.
Kini, kegiatan tersebut dapat dilayani di 165 Unit Transfusi Darah Pembina Darah dan Cabang tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II, yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga sekarang jumlah darah yang terkumpul baru sekitar 0,47% dari jumlah penduduk Indonesia, idealnya jumlah darah yang tersedia adalah berkisar 1% dari jumlah penduduk Indonesia.Darah diperoleh dari sumbangan darah para donor darah sukarela maupun donor darah pengganti.

PROSEDUR TEKNIS PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
Dalam melakukan pelayanan transfusi darah kepada masyarakat, PMI tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada pendonor darah tetapi juga ke masyarakat yang pengguna darah. Karenanya menjadi penting untuk melakukan sosialisasi informasi mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan masalah transfusi darah kepada masyarakat luas, seperti " Bagaimana menjadi donor darah; Prosedur permintaan Darah; Pengelolaan Darah dan "service cost" (lengkapnya lihat "Serba-Serbi Transfusi Darah" )

BLOOD SCREENING ( Pemeriksaan uji saring darah)
Blood screening (pemeriksaan uji saring darah) merupakan salah satu tahap di dalam pengelolaan darah yang dilakukan PMI untuk mendapatkan darah yang betul-betul aman bagi pengguna darah (orang sakit).

Bahkan, untuk menghindari tercemarnya darah dari HIV, pemerintah mengeluarkan surat keputusan Menkes RI No.622/Menkes/SK/VII/1992 tentang kewajiban pemeriksaan HIV pada darah yang disumbangkan donor. Pemeriksaan ini bersifat "mandatory", namun tidak bertentangan dengan resolusi Komisi HAM PBB, karena yang diperiksa bukan orang yang menyumbangkan darah melainkan darah yang akan ditransfusikan (prinsip unlinked Anonymous).

Saat ini tiap Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) telah melakukan uji saring terhadap 4 penyakit menular berbahaya yaitu syphilis, hepatitis B & C dan HIV/AIDS. Apabila ada donor darah yang dicurigai terinfeksi dengan hasil test yang mendukung, maka dirujuk ke UTDP untuk dilakukan test ulang darah donor tersebut. Hasilnya dikembalikan ke UTDC yang bersangkutan. Berhubung tindakan selanjutnya masih di bawah wewenang Depkes, maka PMI bekerjasama dengan RSCM untuk melakukan test Western Blot yaitu pemeriksaan untuk memastikan seseorang tersebeut reaktif atau tidak. Di UTDD DKI Jakarta apabila dicurigai adanya infeksi HIV/AIDS maka dilakukan rujukan pasien ke LSM Yayasan Pelita Ilmu yang menangani Konseling dan Terapi.
Konseling Donor Darah
Khusus mengenai konseling sebenarnya UTD PMI telah mencoba untuk melakukan pre dan post konseling untuk hasil pemeriksaan darah yang positif terjangkit Sifilis, Hepatitis B & C. Dalam tahap pre konseling, sebelum pemeriksaan para donor diberitahu disertai penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan dari yang bersangkutan melalui lembar Inform Consent, bahwa jika hasil darahnya reaktif atau positif maka darah tersebut tidak akan digunakan untuk transfusi.

Sedangkan pada tahap Post Konseling, setelah hasil pemeriksaan darah donor dinyatakan positif, maka diadakan pemanggilan kepada yang bersangkutan melalui pos. Namun untuk kasus HIV dipanggil langsung. Kemudian diberitahukan kepada yang bersangkutan untuk tidak menjadi donor darah:
+ sampai hasil pemeriksaan darahnya negative pada sifilis ,
+ atau tidak menjadi donor darah untuk selamanya bagi pengidap HIV dan Hepatitis B&C.

Khusus untuk HIV, konseling belum dapat dilakukan karena:
+ Prinsip Unlinked Anonymous
+ Belum siapnya seluruh UTDC dan Pemerintah untuk melakukan konseling dan terapinya

KEBIJAKAN PMI MENGENAI HIV/AIDS
Sebagai bagian dari upaya penanggulangan HIV/AIDS secara nasional, PMI sebagai anggota Asian Red Cross and Red Crescent Task Force on AIDS (ART) memfokuskan kegiatan pencegahan secara nasional melalui:

+ Penyediaan darah aman HIV/AIDS sesuai prosedur tetap (PROTAP)/SOP/PKS = Prosedur Kaya Standar. Sebagai upaya pencegahan HIV tersebut, 169 Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) PMI telah melakukan uji saring terhadap darah donor.

+=Khusus DKI Jakarta memberikan pelayanan konseling terbatas kepada pendonor darah pada pra dan post saring darah terhadap HIV, melalui kerjasama dengan yayasan kesehatan dan LSM Perduli HIV/AIDS. Juga diupayakan agar kebijakan Pemerintah akan "unlinked anonymous" dapat ditiadakan secara bertahap dimulai dari kota-kota rawan HIV/AIDS.

+=Memberikan bantuan perawatan keluarga bagi ODHA, dan dukungan lainnya sesuai kebutuhan.
+=Memantapkan program Pendidikan Remaja Sebaya (PRS) dan Pendidikan Wanita Sebaya (PWS) dalam upaya meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan sikap anti stigma dan non-diskriminatif terhadap ODHA. Diadakan juga pengembangan PRS ke daerah luar Jawa, Bali dan NTB, serta pengembangan ke kelompok sasaran lain terutama kepada kelompok yang beresiko seperti anak jalanan, pekerja seks komersial dan pengguna Napza (Narkotika dan Zat Adiktif) terutama di Jawa, Bali dan NTB.

Semuanya itu merupakan wujud dari pelaksanaan kebijakan Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional terhadap penanggulangan HIV/AIDS melalui tiga pendekatan: promotif, preventif, serta upaya perawatan dan dukungan.

Dalam pendekatan promotif PMI secara simultan melakukan sosialisasi pesan dari kampanye anti stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan keluarganya. Hal itu dilakukan lewat serangkaian kegiatan seperti seremoni tutup mata, penerbitan leaflet, stiker, siaran interaktif di radio, serta pemuatan tulisan mengenai HIV/AIDS di website PMI (www.palangmerah.org) dan IFRC (www.ifrc.org)

Dalam upaya preventif, PMI menerapkan prosedur uji saring darah dan program pendidikan remaja dan wanita sebaya (PRS & PWS). Untuk kasus HIV reaktif setelah uji saring darah, kebijakan Pemerintah hingga dalam pemeriksaan saat ini tetap Unlinked Anonymous, artinya UTD PMI hanya memeriksa darah donor tanpa mengetahui atau memeriksa donornya (individu atau penderita).
Konseling
Pemerintah (Depkes) masih menerapkan Unlinked Anonymous karena hingga saat ini pemerintah belum sanggup menangani konseling penderita HIV dan belum mampu menyediakan pengobatan yang murah untuk ODHA. Hal inilah yang masih menjadi kendala hingga saat ini sehingga UTD PMI yang sudah mampu mencoba membantu dengan melakukan konseling terbatas hanya kepada pendonor darah.

Saat ini baru UTDD DKI Jakarta yang dalam waktu dekat ini akan melakukan pre dan post konseling untuk Sifilis, Hepatitis B&C serta HIV yang akan ditangani oleh beberapa konselor di UTDD DKI yang telah terlatih.

Khusus untuk penanganan kasus HIV, UTDD DKI telah bekerjasama dengan Yayasan Pelita Ilmu (YPI) yaitu membuat jaringan rujukan dan memberikan pelatihan bagi konselor. Kerjasama ini telah berlangsung selama beberapa bulan dengan cara merujuk kasus HIV reaktif ke YPI untuk konseling, penanganan dan pengobatan lebih lanjut.

Bagi penderita HIV Positif yang pernah menjadi donor darah dan telah bergabung dengan YPI akan memberitahu UTDD DKI bahwa dirinya pernah menjadi donor dan berpesan agar darahnya jangan lagi digunakan untuk transfusi. Para ODHA (orang yang hidup dengan HIV/AIDS) ini sangat efektif jika turut dilibatkan sebagai penyuluh sebagai upaya preventif HIV/AIDS.
Sedangkan dalam hal perawatan dan dukungan terhadap ODHA dan keluarganya PMI telah berusaha membantu yaitu dengan :

1. Klinik Kesehatan Terpadu (Drop in Centre) di PMI Cabang Sorong,
2. Pengobatan gratis bagi masyarakat miskin dan anak jalanan terutama bagi penyakit menular seksual di PMI Cabang Jawa Tengah,
3. Pelatihan perawatan keluarga atau orang sakit di rumah termasuk perawatan ODHA yang diikuti oleh keluarga ODHA yang membutuhkan.

KEBIJAKAN PMI DALAM PROGRAM TERPADU PEMERINTAH " ALIANSI PITA PUTIH INDONESIA (APPI)"
Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) merupakan gabungan dan kerjasama berbagai elemen yang memiliki latar belakang berbeda yang bersifat homogen dalam misi dan visi. Aliansi ini dibangun atas dasar kesetaraan dan kebersamaan serta kepedulian terhadap upaya penyelamatan ibu hamil, melahirkan, nifas dan bayi yang dilahirkan. Dan PMI khususnya Unit Transfusi Darah termasuk salah satu jaringan kerja yang dimiliki oleh APPI.

PMI dalam APPI mengambil peran sebagai faktor pendukung yakni dalam hal menyediakan ketersediaan darah. UTD sebagai bagian dari PMI, berperan dalam mengatasi faktor klinis tersebut, di antaranya dengan memberikan pelayanan tepat waktu dan aman, sehingga ibu dan bayi selamat. Sehingga PMI yang tergabung dalam Komite KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) berperan dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia di masa yang akan datang.

SEJARAH PMI

ORGANISASI PALANG MERAHA. GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONALSEJARAH LAHIRNYA GERAKANPada tanggal 24 Juni 1859 di kota Solferino, Italia Utara, pasukan Perancis dan Italia sedang bertempur melawan pasukan Austria dalam suatu peperangan yang mengerikan. Pada hari yang sama, seorang pemuda warganegara Swiss, Henry Dunant , berada di sana dalam rangka perjalanannya untuk menjumpai Kaisar Perancis, Napoleon III. Puluhan ribu tentara terluka, sementara bantuan medis militer tidak cukup untuk merawat 40.000 orang yang menjadi korban pertempuran tersebut. Tergetar oleh penderitaan tentara yang terluka, Henry Dunant bekerjasama dengan penduduk setempat, segera bertindak mengerahkan bantuan untuk menolong mereka.Beberapa waktu kemudian, setelah kembali ke Swiss, dia menuangkan kesan dan pengalaman tersebut kedalam sebuah buku berjudul "Kenangan dari Solferino", yang menggemparkan seluruh Eropa. Dalam bukunya, Henry Dunant mengajukan dua gagasan;
§ Pertama, membentuk organisasi kemanusiaan internasional , yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di medan perang.
§ Kedua, mengadakan perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera di medan perang serta perlindungan sukarelawan dan organisasi tersebut pada waktu memberikan pertolongan pada saat perang.
Pada tahun 1863, empat orang warga kota Jenewa bergabung dengan Henry Dunant untuk mengembangkan gagasan pertama tersebut. Mereka bersama-sama membentuk "Komite Internasional untuk bantuan para tentara yang cedera", yang sekarang disebut Komite Internasional Palang Merah atau International Committee of the Red Cross (ICRC).Dalam perkembangannya kelak untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan di setiap negara maka didirikanlah organisasi sukarelawan yang bertugas untuk membantu bagian medis angkatan darat pada waktu perang. Organisasi tersebut yang sekarang disebut Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.Berdasarkan gagasan kedua, pada tahun 1864, atas prakarsa pemerintah federal Swiss diadakan Konferensi Internasional yang dihadiri beberapa negara untuk menyetujui adanya "Konvensi perbaikan kondisi prajurit yang cedera di medan perang". Konvensi ini kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa I, II, III dan IV tahun 1949 atau juga dikenal sebagai Konvensi Palang Merah . Konvensi ini merupakan salah satu komponen dari Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) suatu ketentuan internasional yang mengatur perlindungan dan bantuan korban perang.
PALANG MERAH INTERNASIONAL
1. Komite Internasional Palang Merah / International Committee of the Red Cross (ICRC), yang dibentuk pada tahun 1863 dan bermarkas besar di Swiss. ICRC merupakan lembaga kemanusiaan yang bersifat mandiri, dan sebagai penengah yang netral. ICRC berdasarkan prakarsanya atau konvensi-konvensi Jenewa 1949 berkewajiban memberikan perlindungan dan bantuan kepada korban dalam pertikaian bersenjata internasional maupun kekacauan dalam negeri. Selain memberikan bantuan dan perlindungan untuk korban perang, ICRC juga bertugas untuk menjamin penghormatan terhadap Hukum Perikemanusiaan internasional.
2. Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, yang didirikan hampir di setiap negara di seluruh dunia, yang kini berjumlah 176 Perhimpunan Nasional, termasuk Palang Merah Indonesia. Kegiatan perhimpunan nasional beragam seperti bantuan darurat pada bencana, pelayanan kesehatan, bantuan sosial, pelatihan P3K dan pelayanan transfusi darah. Persyaratan pendirian suatu perhimpunan nasional diantaranya adalah :
o mendapat pengakuan dari pemerintah negara yang sudah menjadi peserta Konvensi Jenewa
o menjalankan Prinsip Dasar Gerakan
Bila demikian ICRC akan memberi pengakuan keberadaan perhimpunan tersebut sebelum menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
3. Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah / International Federation of Red Cross and Red Crescent (IFRC), Pendirian Federasi diprakarsai oleh Henry Davidson warganegara Amerika yang disahkan pada suatu Konferensi Internasional Kesehatan pada tahun 1919 untuk mengkoordinir bantuan kemanusiaan, khususnya saat itu untuk menolong korban dampak paska perang dunia I dalam bidang kesehatan dan sosial. Federasi bermarkas besar di Swiss dan menjalankan tugas koordinasi anggota Perhimpunan Nasional dalam program bantuan kemanusiaan pada masa damai, dan memfasilitasi pendirian dan pengembangan organisasi palang merah nasional.
PERTEMUAN ORGANISASI PALANG MERAH INTERNASIONAL Sesuai dengan Statuta dan Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menyebutkan empat tahun sekali diselenggarakan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ( Internasional Red Cross Conference) . Konferensi ini dihadiri oleh seluruh komponen Gerakan Palang Merah Internasional ( ICRC, perhimpunan nasional dan Federasi Internasional ) serta seluruh negara peserta Konvensi Jenewa. Konferensi ini merupakan badan tertinggi dalam Gerakan dan mempunyai mandat untuk membahas dan memutuskan semua ketentuan internasional yang berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan kepalangmerahan yang akan menjadi komitmen semua peserta. Dua tahun sekali , Gerakan Palang Merah Internasional juga mengadakan pertemuan Dewan Delegasi (Council of Delegates) , yang anggotanya terdiri atas seluruh komponen Gerakan. Dewan Delegasi akan membahas permasalahan yang akan dibawa dalam konferensi internasional. Suatu tim yang dibentuk secara khusus untuk menyiapkan pertemuan selang antar konferensi internasional yaitu Komisi Kerja ( Standing Commission).Bersamaan dengan pertemuan tersebut khusus untuk Federasi Internasional dan anggota perhimpunan nasional juga mengadakan pertemuan Sidang Umum (General Assembly) sebagai forum untuk membahas program kepalangmerahan dan pengembangannya.
KOMITMEN KEMANUSIAANBerikut adalah garis besar program kemanusiaan kepalangmerahan yang terakomodasi antara lain dalam kesepakatan Federasi Internasional ( Strategi 2010) ; Komitmen Regional anggota Perhimpunan ( Deklarasi Hanoi ) dan kesepakatan Konferensi Internasional ( Plan of Action ).
1. STRATEGI 2010Strategi 2010 (S-2010) adalah seperangkat strategi Federasi Internasional dalam menghadapi tantangan kemanusiaan pada dekade menantang. Dokumen yang diadopsi Sidang Umum pada tahun 1999 ini menjabarkan misi Federasi yaitu: "memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan dengan memobilisasi kekuatan kemanusiaan". Tiga tujuan utama yang strategis adalah:
1. Memperbaiki Hajat Hidup masyarakat RentanStrategi ini terfokus melalui empat bidang inti, yaitu:+ Promosi Prinsip-Prinsip dasar Gerakan dan nilai-nilai kemanusiaan;+ Penanggulangan Bencana;+ Kesiapsiagaan penanggulangan bencana; dan+ Kesehatan dan perawatan di masyarakat.Keempat bidang ini adalah suatu paket yang integral dan saling terkait satu sama lain, yang memiliki dua dimensi yaitu pelayanan dan advokasi.
2. Memobilisasi Kekuatan KemanusiaanPengerahan kapasitas organisasi untuk pelayanan ini akan terjadi bila perhimpunan nasional berfungsi dengan baik. Artinya ada mekanisme organisasi, pengembangan kapasitas, memobilisi sumber keuangan dengan mengembangkan kemitraan dan mengoptimalkan komunikasi dalam Perhimpunan Nasional.
3. Bekerjasama Secara EfektifAdanya perhimpunan nasional yang kuat akan membentuk sebuah Federasi yang kuat , efektif dan efisien yaitu dengan mengembangkan kerjasama subregional dan mengimplementasikan strategi gerakan, kemitraan dengan organisasi internasional lain, memobilisasi publik dan advokasi penentu kebijakan serta mengkomunikasikan pesan-pesan dan misi Federasi Internasional.
2. DEKLARASI HANOI "United for Action"Dokumen ini disahkan melalui Konferensi Regional V di Hanoi, Vietnam pada tahun 1998, yang disepakati oleh 37 perhimpunan nasional se Asia Pasifik dan Timur Tengah yang bertekad , walau beragam budaya, geografis dan latar belakang lain, untuk bersatu demi suatu aksi kemanusiaan.Kecenderungan bencana alam serta krisis moneter secara global telah melanda wilayah regional dan berdampak pada permasalahan imigrasi penduduk karena menghendaki perbaikan hidup, krisis ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran yang semakin meningkat serta berjangkitnya wabah penyakit. Hal ini menjadi tantangan bagi Palang Merah untuk membantu meringankan penderitaan umat manusia.Deklarasi Hanoi memfokuskan penanganan program pada isu-isu berikut:+ Penanggulangan bencana + Penanganan wabah penyakit + Remaja dan Manula+ Kemitraan dengan pemerintah+ Organisasi dan Manajemen kapasitas sumber daya+ Hubungan masyarakat dan promosi
3. PLAN OF ACTION 2000 - 2003Plan of Action 2000 - 2003 merupakan keputusan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa pada tahun 1999 . Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrarnya di bidang kemanusiaan.
Komitmen Pemerintah Indonesia
§ Memenuhi komitmen untuk meratifikasi Protokol Tambahan I dan II dari Konvensi-Konvensi Jenewa 1949
§ Memperkuat Legislasi yang berkaitan dengan penggunaan Lambang Palang Merah
§ Memperkuat aspek-aspek kelembagaan dalam perencanaan kesiapsiagaan penanggulangan bencana
§ Mengintensifkan pendidikan dan diseminasi Hukum Humaniter Internasional dan karya-karya organisasi kemanusiaan kepada masyarakat sipil dan militer
§ Memperkuat kemitraan dengan lembaga-lembaga nasional untuk membantu masyarakat rentan
Komitmen Palang Merah Indonesia
§ Program diseminasi nilai-nilai kemanusiaan kepada anggota dan kelompok sasaran tertentu serta mendorong pemerintah untuk menyusun peraturan nasional mengenai lambang dan perjanjian terkait.
§ Mengintensifkan program kesiapsiagaan penanggulangan bencana di daerah-daerah yang rawan bencana melalui program "community based" dan meningkatkan kemampuan manajemen bencana dan pelatihan sukarelawan serta penyediaan peralatan standar operasional.
§ Melaksanakan program sosial dan kesehatan dalam hal pelayanan darah, pendidikan remaja sebaya sebagai upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS atau kegiatan-kegiatan yang berorientasikan pada pelayanan P3K yang berbasis masyarakat, masalah air dan sanitasi, kesejahteraan kelompok masyarakat rentan di daerah tertinggal dan memperbaiki pelayanan ambulan dan pos P3K.